Minggu, 27 April 2014

Satu Setengah Jam

Aku duduk di tengah rerumput. Di antara semilir angin  dan desingan mobil serta motor. Di antara pepohon yang dengan daun rimbunnya membuat matahari tidak terlampau terik. Di antara para muda-mudi yang tengah berlatih tari bersama komunitasnya. Pun diantara keluarga yang menghabiskan akhir pekan mereka bersama, melingkar dan menyantap makan siang diatas rumput yang sama denganku, di tempat yang sama, di taman yang setiap sudutnya sarat dengan nilai sejarah. Taman Putroe Phang.

Beralaskan hijaunya rumput, aku terdiam di salah satu sudut taman. Terdiam dengan pikiran yang jauh berbeda ketika aku datang kesini satu setengah jam yang lalu, satu setengah jam terakhir sempurna menambah kecintaanku pada kota kecil ini, Banda Aceh.

Selalu ada alasan untuk mencintai Banda Aceh. Dan akan kuutarakan alasan terakhir yang mebuat hatiku semakin mengagumi kota kelahiranku ini.

Adalah Taman Putroe Phang, Kandang dan Gunongan yang selama ini terlewatkan, dilihat dengan sebelah mata ketika sepintas lewat di jalanan sekitarnya, ternyata kedua tempat yang awalnya menyatu ini menjadi saksi atas kehebatan sejarah Banda Aceh pada jaman Sultan Iskandar Muda.

Biar kuceritakan Gunongan terlebih dahulu.

Gunongan

Bangunan ini putih, menjulang tinggi dengan dinding yang tebal dan ukiran yang khas. "Arsitek nya dari Turki" kata Pak Pemandu santai, tak sesantai pikiranku yang dengan cepat berpikir "Ini menjadi salah satu bukti kedekatan Aceh dan Turki, Negara Impianku". Kukira, Gunongan hanyalah bangunan tanpa arti. Ternyata, Gunongan menyimpan bukti cinta Sultan Iskandar Muda kepada Putroe Phang, istrinya.
Pemandu membuka pintu gerbang. Bangunan ini bisa dimasuki, bukan hanya pajangan belaka. "Ini tempat bermainnya Permaisuri" kata  Kak Ade menambahkan ketika kami hendak masuk ke Gunongan.
Pemandu membuka pintu masuk ke dalam Gunongan (Aku baru tahu ternyata Gunongan dapat kita masuki).

Melewati terowongan terlebih dahulu setelah melewati pintu masuk.

Dan inilah akhir dari terowongan.


Awalnya aku heran, bagaimana mungkin tempat main seorang Permaisuri melelahkan seperti ini? Sama sekali tak ada tempat lapang, yang ada hanyalah tangga dan tangga.
Oh, Putroe Phang ternyata merindu kepada kampung halamannya di Pahang, Malaysia, saat dirinya ditinggal berperang oleh sang Sultan. Ia rindu tanah Pahang yang berbukit-bukit, tidak seperti tanah Banda Aceh yang hampir datar. Ia rindu berjalan-jalan naik-turun di tanah kelahirannya yang berbukit itu. Rindu ini kemudian diobati oleh Sultan Iskandar Muda dengan membangun sebuah Gunongan.
Putroe Phang adalah panggilan rakyat Aceh kepada Putri Kamaliah, Permaisuri dari Sultan Iskandar Muda. Hal ini karena Putri Kamaliah berasal dari Pahang, sebuah daerah di negara Malaysia. Selain cantik, Putroe Phang terkenal cerdas. Ia menyelesaikan masalah rakyat dengan solusi yang tepat. Kelak, kecerdasannya diwarisi oleh putrinya, Putri Syafiatuddin.

Tepat di samping Gunongan, tersebutlah sebuah Kandang. Kandang tidak berarti tempat tinggal binatang. Kandang memiliki arti, empat sisi. Bangunan ini memang bebentuk persegi, memiliki empat dinding dan tanpa atap. Sekarang, di dalamnya terdapat makam menantu sang Sultan, Sultan Thani. Awalnya, Kandang merupakan tempat jamuan keluarga Sultan, ada juga yang menyebutkan tempat jamuan Sultan dan rakyat.

Penampakan Kandang dari atas Gunongan


Taman Putroe Phang sendiri, dibelah oleh sebuah sungai. Sejarah mengatakan bahwa disana lah tempat Permaisuri berenang dan akan beristirahat di Pintoe Khob bersama Dayang-Dayang Permaisuri. Disini pula Putroe Phang, yang berhasil menarik perhatian Sultan ketika Sang Sultan dan pasukannya menaklukkan Kerajaan Pahang, mengobati kerinduannya akan kampung halamannya.

Mengetahui bahwa Area Gunongan dan Taman Putroe Phang yang kini terpisah oleh satu ruas jalan, ternyata awalnya menyatu, membuatku berdecak kagum. Betapa luasnya taman Sang Permaisuri, seluas cinta Sultan kepadanya. Perempuan yang cantik dan cerdas.

Selain membuktikan kecintaannya kepada sang Permaisuri, sejarah membuktikan bahwa Sultan adalah pemimpin yang adil. Bahkan terhadap darah dagingnya sendiri. Tersebutlah seorang Putra Sultan yang didapati berzina dengan seorang wanita, sehingga hukum rajam harus dijatuhkan padanya. Maka Sultan pun menyutujui hukuman yang dijatuhkan pada Sang Buah Hati. Dirajamlah ia sampai akhirnya maut menjemput.

Begitulah pemimpin. Di satu sisi, ia penuh cinta. Di sisi lain, ia bersikap tegas dan adil.

Itulah alasan terakhirku untuk cinta yang semakin dalam, sejarah. Sejarah Kota ini begitu mempesona dan luar biasa. Dari atas Gunongan, aku menatap Kota Banda Aceh penuh arti. Aku bermimpi kelak Banda Aceh akan dipimpin oleh pemimpin yang berbudi luhur layaknya Sultan Iskandar Muda, dan memiliki seorang penasihat yang cerdas dan adil layaknya Putroe Phang.
Kak Aini (kiri) dan yang punya blog (kanan)



Kota Madani, 9:23 PM
Hilwa Salsabila


6 komentar:

  1. Wow, detailnya dijabarkan dengan sangat menarik. Semoga sukses dengan karya-karyanya :-)

    BalasHapus
  2. wih aku blm sempat main kesana. Mungkin lain kali bisa yak :D
    mampir kemari ya http://mhdharis.wordpress.com/2014/04/27/banda-aceh-punya-situs-objek-wisata-tsunami-yang-wajib-dikunjungi/

    BalasHapus
  3. wahhhh, akhirnya. ini hasil petualangan ke gunongan hari itu yaaa...

    BalasHapus
  4. Tulisan yang menarik. Info tentang Wisata Aceh disini juga ada : http://acehplanet.com/

    BalasHapus
  5. Adek. Indah sekali, Thanks untuk keberadaan kakak di sana. ;)

    BalasHapus